Senin, 27 Desember 2010

Renungan Akhir Tahun


Sahabat...

Akhir tahun telah dekat.. Saatnya mengintrospeksi apa saja yg telah kita lakukan selama satu tahun ini.. Jika ada hal yg baik maka pertahankan, jika ada hal yg buruk maka tinggalkan.. Tak perlu terlalu berhura2, alangkah baiknya jika kita marenung untuk rencana satu tahun kedepan jika kita masih di perbolehkan hidup oleh Tuhan sang pencipta..

Jangan menunggu bahagia, baru tersenyum.
Tapi tersenyumlah, maka kamu kian bahagia.
Jangan menunggu kaya, baru mau beramal.
Tapi beramal lah, maka kamu semakin kaya.
Jangan menunggu termotivasi, baru bergerak.
Tapi bergeraklah, maka kamu akan termotivasi.
Jangan menunggu dipedulikan orang baru anda peduli.
Tapi pedulilah dengan orang lain, maka anda pasti akan dipedulikan.
Jangan menunggu orang memahami kamu, baru kita memahami dia.
Tapi pahamilah orang itu, maka orang itu paham dengan kamu.
Jangan menunggu proyek, baru bekerja.
Tapi berkerjalah, maka proyek akan menunggumu.
Jangan menunggu dicintai, baru mencintai.
Tapi belajarlah mencintai, maka anda akan dicintai.
Jangan menunggu banyak uang, baru hidup tenang.
Tapi hiduplah dengan tenang, maka bukan hanya sekadar uang yang datang, tapi damai sejahtera.
Jangan menunggu contoh, baru bergerak mengikuti.
Tapi bergeraklah, maka kamu akan menjadi contoh yang diikuti.
Jangan menunggu sukses, baru bersyukur.
Tapi bersyukurlah, maka akan bertambah kesuksesanmu.
Jangan menunggu bisa, baru melakukan.
Tapi lakukanlah..!  Kamu pasti bisa..!
Para Pecundang selalu menunggu Bukti dan Para Pemenang Selalu Menjadi Bukti.
Seribu kata akan dikalahkan Satu Aksi Nyata!
Semoga Tahun 2011 menjadi awal yang baik bagi pencapaian target2 kita.
Tetap Semangat !!!
@by Rudi Sy.Idris (C3-09)

Senin, 13 Desember 2010

KEBERSAMAAN dan KEKOMPAKAN


Pada kodratnya, manusia adalah makhluk sosial. Yang tidak mungkin bisa hidup sendiri. Oleh karena itu, harus berhubungan dengan orang lain yang selanjutnya terjadi interaksi dan menimbulkan kebersamaan serta ke level yang lebih tinggi yaitu kekompakan.
Dalam benak semua orang pasti pernah berfikir bagaimana cara mempererat kebersamaan dan kekompakan. Berbagai cara telah mereka, dan kita lakukan agar bisa menjadi lebih kompak, tentunya semua orang mempunyai versi yang berbeda untuk itu.
Sebenarnya apa sich kebersamaan dan kekompakan itu? Dan bagaimana cara mempereratnya ?
Ockey, mari kita kupas……..

KEBERSAMAAN
Diambil dari kata dasar  bersama, yang mempunyai kepanjangan dari :
Bulatkan tekad
Eratkan hubungan
Rasakan
Semangat dalam diri
Akan tanggungjawab
Manusia
Akan tugasnya
     Sepintas membaca kepanjangan di atas terlintas dalam benak kita adalah bersama untuk menjalankan tanggung jawab terhadap suatu tugas. Yang itu merupakan pengertian dalam arti sempit. Dari kepanjangan diatas, arti kebersamaan ditekankan pada huruf  E = Eratkan hubungan.
Memang, bersama identik dengan hubungan yang erat (kok tambah bingung ya). Pokoknya, kebersamaan adalah rasa dari dalam diri untuk selalu berusaha mempererat hubungan dengan orang lain untuk menuju kekompakan.

KEKOMPAKAN
Diambil dari kata dasar  kompak. . Yang dimaksud kompak di sini adalah
Koreksi pribadi
Orasikan
Masalah
Pada
Akarnya
Kebersamaan
    Hampir 70% kegagalan dalam suatu kegiatan disebabkan kurang kompak, atau bahasa organisasinya kurang koordinasi. Dan untuk membenahinya, adalah berusaha untuk selalu bersama.  Lantas, kompak sendiri mempunyai pengertian suatu rasa yang timbul akibat adanya kebersamaan.  Kompak merupakan satu tingkat di atas kebersamaan.  Kalau kompak sudah pasti bersama, kalau bersama belum tentu kompak.
    Nah,, sudah mengerti bukan? Apa maksud dari “bersama dan kompak”. Sekarang, bagaimana cara mempererat kebersamaan dan kekompakan? Apa diikat tali sampai nggak bisa lepas atau mungkin dipegang sampai benar-benar kuat??  Bukan itu, memang kebersamaan dan kekompakan sebuah benda?
Jadi untuk mempereratnya butuh keahlian khusus. Seperti uraian di atas, berbagai cara dilakukan dan caranyapun berbeda-beda antar individu. Yang paling berpengaruh adalah karakter dan sifat masing-masing. Dan peran pemimpin sangat di butuhkan untuk mengatasi masalah ini.
    Kuncinya untuk memperoleh kebersamaan dan kekompakan hanya satu, yaitu sering-seringlah komunikasi. Entah langsung atau tidak. Misalnya ngobrol bareng, sms, dsb. Karena dengan sering ketemu, ada pepatah Jawa mengatakan “witing tresno jlaran soko kulino” (awal dari rasa sayang adalah karena biasa)... Nah, kalau sudah sayang, pastinya rela dan iklas untuk berkorban….

Indonesia saja bisa merdeka karena bersama dan kompak…………………..

“Sukses tidak diukur dari posisi yang dicapai seseorang dalam hidup, tapi dari kesulitan-kesulitan yang berhasil diatasi ketika berusaha meraih sukses”
@ by Rudi Sy.

Rabu, 01 Desember 2010

Cinta, Kekayaan dan Kesuksesan


Suatu ketika, ada seorang wanita yang kembali pulang ke rumah,dan ia melihat ada 3 orang pria berjanggut yang duduk di halaman depan.  Wanita itu tidak mengenal mereka semua. Wanita itu berkata: "Aku  tidak mengenal Anda, tapi aku yakin Anda semua pasti sedang lapar. Mari masuk ke dalam, aku pasti punya sesuatu untuk menganjal perut."
 Pria berjanggut itu lalu balik bertanya, "Apakah suamimu sudah pulang?"
 Wanita itu menjawab, "Belum, dia sedang keluar."
 "Oh kalau begitu, kami tak ingin masuk. Kami akan menunggu sampai suami mu kembali," kata pria itu.
Di waktu senja, saat keluarga itu berkumpul, sang isteri menceritakan semua kejadian tadi. Sang suami, awalnya bingung dengan kejadian ini, lalu ia berkata pada istrinya, "Sampaikan pada mereka, aku telah kembali, dan mereka semua boleh masuk untuk menikmati makan malam ini."
 Wanita itu kemudian keluar dan mengundang mereka untuk masuk ke dalam.  "Maaf, kami semua tak bisa masuk bersama-sama," kata pria itu hampir bersamaan. "Lho, kenapa? tanya wanita itu karena merasa heran.
Salah seorang pria itu berkata, "Nama dia Kekayaan," katanya sambil menunjuk seorang pria berjanggut di sebelahnya, dan "sedangkan yang ini bernama Kesuksesan", sambil memegang bahu pria berjanggut lainnya. "Sedangkan aku sendiri bernama Cinta. Sekarang, coba tanya kepada suamimu, siapa di antara kami yang boleh masuk ke rumahmu."
Wanita itu kembali masuk kedalam, dan memberitahu pesan pria di luar. Suaminya pun merasa heran. "Ohho... menyenangkan sekali. Baiklah, kalau begitu, coba kamu ajak si Kekayaan masuk ke dalam. Aku ingin rumah ini penuh dengan Kekayaan."
Istrinya tak setuju dengan pilihan itu. Ia bertanya, "Sayangku, kenapa kita tak mengundang si Kesuksesan saja? Sebab sepertinya kita perlu dia untuk membantu keberhasilan panen gandum kita."
Ternyata, anak mereka mendengarkan percakapan itu. Ia pun ikut mengusulkan siapa yang akan masuk ke dalam rumah. "Bukankah lebih baik jika kita mengajak si Cinta yang masuk ke dalam? Rumah kita ini akan nyaman dan penuh dengan kehangatan Cinta."
Suami-istri itu setuju dengan pilihan buah hati mereka. "Baiklah, ajak
masuk si Cinta ini ke dalam. Dan malam ini, Si Cinta menjadi teman santap malam kita."
Wanita itu kembali ke luar, dan bertanya kepada 3 pria itu. "Siapa diantara Anda yang bernama Cinta? Ayo, silahkan masuk, Anda menjadi tamu kita malam ini."
Si Cinta bangkit, dan berjalan menuju beranda rumah. Ohho.. ternyata, kedua pria berjanggut lainnya pun ikut serta. Karena merasa ganjil, wanita itu bertanya kepada si Kekayaan dan si Kesuksesan. "Aku hanya mengundang si Cinta yang masuk ke dalam, tapi kenapa kamu ikut juga?" Kedua pria yang ditanya itu menjawab bersamaan. "Kalau Anda mengundang si kekayaan, atau si Kesuksesan, maka yang lainnya akan tinggal di luar. Namun, karena Anda mengundang si Cinta, maka, kemana pun Cinta pergi, kami akan ikut selalu bersamanya. Di sana ada Cinta, maka Kekayaan dan Kesuksesan juga akan ikut serta. Sebab, ketahuilah, sebenarnya kami buta. Dan hanya si Cinta yang bisa melihat. Hanya dia yang bisa menunjukkan kita pada jalan kebaikan, kepada jalan yang lurus. Maka, kami butuh bimbingannya saat berjalan. Saat kami menjalani hidup ini."
 RENUNGAN
 Orang sering sulit dimengerti, tidak pikir panjang dan selalu memikirkan diri sendiri, namun demikian ... ampunilah mereka.
 Bila anda baik hati, orang mungkin menuduh anda egois, atau punya mau, namun demikian ... tetaplah berbuat baik.
Bila anda sukses, anda akan menemui teman-teman yang tidak bersahabat, dan musuh-musuh sejati anda, namun demikian ... teruskan kesuksesan anda.
Bila anda jujur dan tulus hati, orang mungkin akan menipu anda;
namun demikian ... tetaplah jujur dan tulus hati.
Hasil karya anda selama bertahun-tahun dapat dihancurkan orang dalam semalam; namun demikian ... tetaplah berkarya.
Bila anda menemukan ketenangan dan kebahagiaan, mungkin ada yang iri, namun demikian ... syukurilah kebahagiaan anda.
Kebaikan anda hari ini gampang sering dilupakan orang; namun demikian ... teruslah berbuat kebaikan.
Berikanlah yang terbaik dari anda dan itu pun tidak akan pernah memuaskan orang, namun demikian ... tetaplah memberi yang terbaik.
Pada akhirnya ....
Perkaranya adalah antara anda dan Sang Pencipta...
dan bukan antara anda dan mereka.

@ sent by  Sumartono,ST

Kamis, 25 November 2010

SEBELUM MENGELUH.....

1. Hari ini sebelum kamu mengatakan kata-kata yang tidak baik, pikirkan tentang seseorang yang tidak dapat berbicara sama sekali.
2. Sebelum kamu mengeluh tentang rasa dari makananmu, pikirkan tentang seseorang yang tidak punya apapun untuk dimakan.
3. Sebelum anda mengeluh tidak punya apa-apa, pikirkan tentang seseorang yang meminta-minta di jalanan.
4. Sebelum kamu mengeluh bahwa kamu buruk, pikirkan tentang seseorang yang berada pada tingkat yang terburuk di dalam hidupnya.
5. Sebelum kamu mengeluh tentang suami atau istrimu, pikirkan tentang seseorang yang memohon kepada Allah untuk diberikan teman hidup.
6. Hari ini sebelum kamu mengeluh tentang hidupmu, pikirkan tentang seseorang yang meninggal terlalu cepat.
7. Sebelum kamu mengeluh tentang anak-anakmu, pikirkan tentang seseorang yang sangat ingin mempunyai anak tetapi dirinya mandul.
8. Sebelum kamu mengeluh tentang rumahmu yang kotor karena pembantumu tidak mengerjakan tugasnya, pikirkan tentang orang-orang yang tinggal dijalanan.
9. Sebelum kamu mengeluh tentang jauhnya kamu telah menyetir, pikirkan tentang seseorang yang menempuh jarak yang sama dengan berjalan.
10. Dan disaat kamu lelah dan mengeluh tentang pekerjaanmu, pikirkan tentang pengangguran, orang-orang cacat yang berharap mereka mempunyai pekerjaan seperti anda.
11. Sebelum kamu menunjukkan jari dan menyalahkan orang lain, ingatlah bahwa tidak ada seorangpun yang tidak berdosa.
SELALU INTROSFEKSI DIRI & BERSYUKUR AKAN APA YG TELAH KITA DAPATKAN..
@by Rudi Sy..

Selasa, 16 November 2010

Siapa Yang Tak Mati


Suatu ketika ada seorang janda yang sangat berduka karena anak satu-satunya mati. Sembari membawa jenasah anaknya, wanita ini menghadap Sang Guru untuk meminta mantra atau ramuan sakti yang bisa menghidupkan kembali anaknya. Sang Guru mengamati bahwa wanita di hadapannya ini tengah tenggelam dalam kesedihan yang sangat mendalam, bahkan sesekali ia meratap histeris. Alih-alih memberinya kata-kata penghiburan atau penjelasan yang dirasa masuk akal, Sang Guru berujar: “Aku akan menghidupkan kembali anakmu, tapi aku membutuhkan sebutir biji lada.” “Itu saja syaratnya?” tanya wanita itu dengan keheranan. “Oh, ya, biji lada itu harus berasal dari rumah yang anggota penghuninya belum pernah ada yang mati.” Dengan “semangat 45, wanita itu langsung beranjak dari tempat itu, hatinya sangat entusias, “Guru ini memang sakti dan baik sekali, dia akan menghidupkan anakku!” Dia mendatangi sebuah rumah, mengetuk pintunya, dan bertanya: “Tolonglah saya. Saya sangat membutuhkan satu butir biji lada. Maukah Anda memberikannya?” “Oh, boleh saja,” jawab tuan rumah. “Anda baik sekali Tuan, tapi maaf, apakah anggota rumah ini belum pernah ada yang mati?” “Oh, ada, paman kami meninggal tahun lalu.” Wanita itu segera berpamitan karena dia tahu bahwa ini bukan rumah yang tepat untuk meminta biji lada yang dibutuhkannya. Ia mengetuk rumah-rumah berikutnya, semua penghuni rumah dengan senang hati bersedia memberikan biji lada untuknya, tetapi ternyata tak satu pun rumah yang terhindar dari peristiwa kematian sanak saudaranya. “Ayah kami barusan wafat…,” “Kakek kami sudah meninggal…,” “Ipar kami tewas dalam kecelakaan minggu lalu…,” dan sebagainya.
      Ke mana pun dia pergi, dari gubuk sampai istana, tak satu tempat pun yang memenuhi syarat tidak pernah kehilangan anggotanya. Dia malah terlibat dalam mendengarkan cerita duka orang lain. Berangsur-angsur dia menyadari bahwa dia tidak sendirian dalam penderitaan ini; tak seorang pun yang terlepas dari penderitaan. Pada penghujung hari, wanita ini kembali menghadap Sang Guru dalam keadaan batin yang sangat berbeda dengan sebelumnya. 
        Dia mengucap lirih, “Guru, saya akan menguburkan anak saya.” Sang Guru hanya mengangguk seraya tersenyum lembut. Mungkin saja Sang Guru bisa mengerahkan kesaktian dan menghidupkan kembali anak yang telah mati itu, tetapi kalau pun bisa demikian, apa hikmahnya? Bukankah anak tersebut suatu hari akan mati lagi juga? Alih-alih berbuat demikian Sang Guru membuat wanita yang tengah berduka itu mengalami pembelajaran langsung dan menyadari suatu kenyataan hidup yang tak terelakkan bagi siapa pun: siapa yang tak mati? Penghiburan sementara belaka bukanlah solusi sejati terhadap peristiwa dukacita mendalam seperti dalam cerita di atas. Penderitaan hanya benar-benar bisa diatasi dengan pengertian yang benar akan dua hal: (1) kenyataan hidup sebagaimana adanya, bukan sebagaimana maunya kita, dan (2) bahwasanya pada dasarnya penderitaan dan kebahagiaan adalah sesuatu yang bersumber dari dalam diri kita sendiri.
@by Hendri MP

Jumat, 12 November 2010

Atas Nama Keluarga


Keluarga adalah pusaran dimana banyak hal kita pertaruhkan.
Ia selalu memanggil dalam diam, mengikat dalam halus, menjangkau dalam jauh.
Siapapun kita, dimanapun kita, kita pasti terjahit oleh serat-serat keluarga.
Bahkan yang benar-benar hidup sebatang kara, masih bisa mengimajinasikan ayah & ibunya yang memang pernah nyata.
            Keluarga adalah jembatan penghubung bagi keberlangsungan  wujud manusia.
Keluarga adalah sumber kekuatan kita untuk terus menjalani apa yang harus. Maka pasti ada yang layak kita pertaruhkan, atas nama keluarga.
 Seperti apapun, kita adalah anak dari orang tua kita.
Dalam kondisi yang lain, kita adalah juga orang tua dari anak-anak kita.
Kita mungkin juga adik dari kakak kita, atau kakak dari adik kita.
Atau paman dan bibi dari keponakan kita.
Hubungan yang terbangun dari ikatan biologis itu tidak semata soal ikatan darah dan ras.
tapi itu semua memiliki kompleksitas yang luar biasa secara kejiwaan. Maka sebuah keluarga bukan sekedar soal bertautnya fisik dengan fisik yang melahirkan fisik ketiga.
Ini adalah persenyawaan hati, rasa dan pikiran yang kesemuanya bermuara pada satu kesadaran, kesadaran akan  makna keluarga.
            Disini keluarga adalah tempat bermula.
Dengan ayah & ibu yang masih genap, keluarga seringkali tak sekedar tempat berawal, tapi juga tempat kita kembali.
Bahkan dalam usia kita yang tak lagi muda, dan anak-anak mungkin telah hadir, kita tetap punya saat-saat merindukan ibu, merindukan kerelaannya, kesabarannya, dekapannya, juga makanan seadanya yang menjadi sangat istimewa karena dia memasak dengan cinta.
Kita masih punya saat-saat kita merindukan ayah, suaranya yang khas, pandangannya yang khas, dan tentu saja nasehatnya yang khas.
Bila pun akses pengetahuan kita lebih maju, petuah ayah ibu selalu memiliki kedalaman arti.
Bahkan bila sebagian kita sudah tidak lagi punya mereka, atau tidak sempat melihat rupa mereka, kita masih bisa menghadirkan 'perasaan ada' dari keduanya.

Keluarga adalah sumber kekuatan kita untuk terus menjalani apa yang harus.
Pasti, ada yang layak kita pertaruhkan, atas nama keluarga...
-Sumber : majalah Tarbawi- 
@by: Hendri Marta putra

Belajar Dari Keledai

Suatu hari keledai milik seorang petani jatuh ke dalam sumur. Hewan itu menangis dengan memilukan selama berjam-jam, sementara si petani memikirkan apa yang harus dilakukannya. Akhirnya, ia memutuskan bahwa hewan itu sudah tua dan sumur juga perlu ditimbun (ditutup - karena berbahaya); jadi tidak berguna untuk menolong si keledai.Ia mengajak tetangga-tetangganya untuk datang membantunya. Mereka membawa sekop dan mulai menyekop tanah ke dalam sumur. Pada mulanya, ketika si keledai menyadari apa yang sedang terjadi, ia menangis penuh kengerian. Tetapi kemudian, semua orang takjub, karena si keledai menjadi diam. Setelah beberapa sekop tanah lagi dituangkan ke dalam sumur, si petani melihat ke dalam sumur dan tercengang karena apa yang dilihatnya. Walau punggungnya terus ditimpa oleh bersekop-sekop tanah dan kotoran, si keledai melakukan sesuatu yang menakjubkan. Ia mengguncang-guncangkan badannya agar tanah yang menimpa punggungnya turun ke bawah, lalu menaiki tanah itu. Sementara tetangga-tetangga si petani terus menuangkan tanah kotor ke atas punggung hewan itu, si keledai terus juga mengguncangkan badannya dan melangkah naik. Segera saja, semua orang terpesona ketika si keledai meloncati tepi sumur dan melarikan diri!
Kehidupan terus saja menuangkan tanah dan kotoran kepadamu. Cara untuk keluar dari "sumur" (kesedihan, masalah, dsb) adalah dengan mengguncangkan segala tanah dan kotoran dari diri kita (pikiran, dan hati kita) dan melangkah naik dari "sumur" dengan menggunakan hal-hal tersebut sebagai pijakan. Setiap masalah-masalah kita merupakan satu batu pijakan untuk melangkah. Kita dapat keluar dari "sumur" yang terdalam dengan terus berjuang, jangan pernah menyerah!
Guncangkanlah hal negatif yang menimpa dan melangkahlah naik!Ingatlah aturan sederhana tentang Kebahagiaan :
1. Bebaskan dirimu dari kebencian serta iri dan dengki
2. Bebaskanlah pikiranmu dari kecemasan
3. Hiduplah sederhana
4. Berilah lebih banyak
5. Berharaplah lebih sedikit
6. Tersenyumlah, dunia akan terasa lebih damai
7. Banyaklah bersyukur dg apa yang kita peroleh
8. Berusaha lebih dekat dengan Tuhan
9. Memberi maaf baik kepada teman, musuh, maupun kepada DIRIMU SENDIRI

Kutipan dari : Muryan Awaludin
@By : Hendri Marta Putra

Kamis, 11 November 2010

MENCARI ISTRI YANG SEMPURNA


Hamba mencari istri sempurna. Lelah hati dan jiwa. Hamba mencari kemana-mana, alhasil hamba tak sanggup temukan belahan jiwa itu. Setiap hari hamba berdoa, namun belum juga terkabul. Mungkin inilah perjuangan. Lama-lama hamba mulai menikmati kehidupan ini. Walaupun jemu pernah hinggap dalam kamus kehidupan hamba, meraung-raung dalam sunyi. 
            Sungguh, di dunia yang maya ini, hamba mencoba menghindar dari gundukan dosa, namun laron-laron dosa itu sesekali berduyun mendekati hamba. Sekuat ruh hamba berlari-berlari menuju cahaya, dan konon, salah satu kendaraan untuk mendekatkan diri dengan cahaya itu adalah mendapatkan seorang istri. Ya, hamba mencari istri sempurna, agar hamba bisa menyempurnakan niat hamba, bercengkrama dengan cahaya sejati. 
            Hamba bergelut dengan hari-hari, mencari secercah cahaya untuk bisa hamba huni dari kegelapan yang semakin gandrung menyelimuti hati hamba lagi. Hamba akui di setiap arah jam yang bergulir ada terpendam berjuta rahasia yang tak bisa hamba singkap keberadaannya, tak mampu hamba kuliti satu persatu apa gerangan yang diinginkan Allah. Tadinya hamba berpikir bahwa hamba telah mampu meredam satu niatan hamba itu, mengubur riak-riak kehidupan yang hamba bangun dengan pondasi rapuh. Rupanya detak suara jarum jam semakin besar menghentak-hentak dan memekakan telinga hamba, lalu hamba kembali terpuruk, pikiran hamba terhuyung-huyung melangkahkan kaki tak tentu arah. 
            Suatu hari, hamba bertemu dengan mawar. Di taman itu ia hidup sendiri. Warnanya yang merah merekah membuat mata terkagum-kagum. Ingin rasanya hamba mempersuntingnya, memetik segala hasrat yang mulai basah kuyup dengan segala keinginan. 
            Sang mawar tak sadar bahwa ada yang mengamatinya. Ya Tuhan harum sekali. Ya, ketika pagi merambat, hamba merasakan keharuman yang luar biasa. Merambat ke seluruh ubun-ubun, keharuman yang menakjubkan. Hamba memberanikan diri untuk menyapanya. 
 "Selamat pagi, Mawar." Mawar tersenyum, senyum yang menyejukkan. 
 "Selamat pagi. Ada apakah gerangan, sehingga pagi-pagi begini anda bertamu ke taman yang sepi ini?" 
 "Hamba berniat mencari istri yang sempurna. Setiap hari tanpa sepengetahuan anda, hamba mengamati anda, lalu tumbuhlah sejumput rasa tertentu yang tak bisa terdefinisi. Anda telah menyampaikan keharuman itu lewat wewangian yang disampaikan angin. Hamba pikir andalah yang hamba cari, belahan jiwa yang sekian lama memikat hamba untuk hidup dalam kembara." 
"Betulkah aku yang anda cari? Tak malukah anda menikah dengan bunga sederhana sepertiku? Apa yang membuat anda terkagum? Tak banyak yang bisa aku berikan untuk anda." 
 "Mawar, sudah lama hamba mencari istri yang sempurna. Mungkin inilah harapan terakhir. Melihat warnamu yang memerah, hamba terkesima. Jika anda mengizinkan, hamba ingin melamar anda. Mari kita arungi bahtera hidup ini." 
 Kalau betul itu yang anda inginkan, baiklah. Tunggu barang satu minggu, setelah itu jenguklah aku kembali." 
 "Terimakasih mawar. Ternyata hamba tak salah pilih. Seminggu lagi hamba akan kesini." 
 Hamba lantas meninggalkannya sendiri di taman itu. Hamba pergi diiringi senyum yang dramatis. Hati hamba seketika terbang ke langit. Sebentar lagi penantian hamba berakhir, hamba akan mendapatkan istri yang sempurna. 
Seminggu berlalu, hamba mendatangi taman itu. Langkah kaki bersijingkat dengan sempurna, cepat dan gemulai. Ketika hamba tiba di tempat itu, tiba-tiba hati hamba melepuh, berterbanganlah harapan yang sempat mewarnai relung hati yang basah dengan tinta penantian. Mawar yang akan hamba persunting, yang akan hamba petik ternyata tak lagi berada di tangkainya.Ia telah luruh ke tanah merah, beserakan tak karuan, tak jelas lagi juntrungannya. Hamba tak habis mengerti, mengapa semua ini harus terjadi? Warna yang tadinya memerah, kini berubah kecoklat-coklatan, menjadi keriput, tak sesegar seperti minggu kemarin. Hamba menghampirinya, duduk termenung seperti seorang bocah yang merengek meminta mainan yang telah rusak. Dengan terbata-bata hamba berusaha menyusun kata-kata, menuai kalimat-kalimat. Namun mulut hamba teramat kelu, tak bisa lagi dengan sporadis menelurkan deretan huruf. 
  
"Selamat pagi. Masihkah ada keinginan untuk menikah dengan ketidaksempurnaanku? Inilah aku, sang mawar yang sempat membuatmu terkagum. Mengapa wajah anda tercengang dan seolah tak memahami hakikat hidup?" 
 "Mengapa anda menjadi seperti ini? Apakah gerangan yang salah?" 
 "Tak ada yang patut disalahkan. Ini adalah siklus kehidupan. Hamba hanya bisa bertabah menghadapi takdir yang membelenggu. Ini jalan yang harus hamba jalani." 
 "Tapi hamba mencari istri yang sempurna, Mawar." 
 "Jika demikian, aku bukanlah belahan jiwamu." 
            Hamba beranjak dari tempat itu. Kekecewaan menghantui setiap langkah yang hamba bangun. Air mata menderas. Mawar yang sempat mencengkram jiwa, kini hanya onggokan ketakutan yang tak pernah hamba mimpikan sebelumnya. 
            Kini hamba berjalan lagi menyusuri waktu, mencari istri yang sempurna. Di tengah perjalanan, hamba melihat merpati yang terbang, menari di udara. Sayap-sayapnya ia sombongkan ke seluruh penjuru alam. Sungguh cantik ia, membuat cemburu para petualang. Lagi-lagi terbersit sebuah keinginan. Keinginan klasik: Inilah istri yang sempurna, semoga hamba bisa mendapatkannya. Merpati itu hinggap di ranting pohonan. Hamba memberanikan diri untuk memulai percakapan. 
  "Wahai merpati, tadi hamba melihatmu bercengkrama dengan angin. Bulu putihmu yang kudus, menjadikan harapan dalam batin kembali tumbuh." 
 "Apa yang hendak anda inginkan?" 
 "Hamba mencari istri yang sempurna. Andalah yang hamba cari." 
 "Betulkah aku yang anda cari?" 
 "Ya tentu. Hamba ingin anda terbang bersama hamba, membangun sebuah keindahan, mengarungi bahtera kehidupan." 
"Jika demikian, silahkan tangkap aku. Apabila anda berhasil menangkap diriku, aku berani menjadi belahan jiwa anda. Aku akan belajar menjadi apa yang anda inginkan." 
 "Tapi bagaimana mungkin hamba bisa menangkap anda? Anda mempunyai dua sayap yang indah dan memesona, sedangkan hamba hanya manusia yang bisa menerbangkan imajinasi saja, selebihnya hamba adalah pemimpi yang takut dengan kehidupan." 
 "Segala sesuatu mungkin saja terjadi, asalkan ada maksud yang jelas dan lurus. Lebih baik anda pikirkan kembali niatan anda itu. Betulkah aku pasangan yang anda cari? Maaf, hamba aku bercengkrama dulu dengan angin, sampai jumpa." 
           Hamba tak bisa berkata banyak, merpati telah terbang bersama angin. Angin, oh...rupanya kekasih sejati merpati adalah angin. Hamba tak mau merusak takdir mereka. Bagaimana kata dunia kalau hamba dengan paksa menikahi sang merpati? Dunia akan mencemooh hamba sebagai manusia paling bodoh yang pernah dilahirkan. Tapi kemanakah lagi hamba harus mencari pasangan jiwa? 
            Itulah kabar hamba dulu. Meniti berbagai penderitaan untuk menyempurnakan segala beban yang melingkar di dasar palung jiwa hamba. Itulah gelagat hamba dulu, seperti seorang pecinta yang berkelana tak jelas arah dan tujuan, menghujani kulit lepuh para bidadari, menjadikan mereka gundah, berenang di atas lautan hampa. Begitu juga hamba. Ya, kabar hamba dulu! Memekik cinta yang bergemuruh, membadai, bercengkrama, meraja, bersengketa, meracau seperti burung kondor yang rindu bangkai-bangkai kematian. Dulu hamba tersesat dalam labirin sunyi tanpa nama. Hamba nyaris seperti mayat yang bergentayangan di siang hari, diperbudak angan-angan, bertubi-tubi mulut hamba memukul angin. 
            Sampai suatu malam, ketika keheningan mengambang di udara, berderinglah sebuah telepon selular yang teronggok di atas sajadah harapan. Kala itu hamba tidur lelap, mencipta mimpi yang samar. Hamba dibangunkan oleh gemuruh suara ring tone. Anehnya, suara selular itu tidak lagi menggelayutkan melodi seperti biasanya. Suaranya aneh tapi nikmat dan menyejukkan. Kalau tidak salah seperti ini: Allahuakbar....Allahuakbar...Allahuakbar... Kontan saja hamba terhenyak dan sempat kaget. Hamba mencoba memicingkan mata yang berat seperti terbebani satu ton serbuk besi. Di dinding kamar hamba melihat detak jam yang mengarah pada nomor tiga. Masih sepertiga malam. Siapa gerangan yang berani mengusik persemayaman indah ini? Lalu hamba mulai merunut kata-kata. 

 "Halo, siapa anda? Mengapa membangunkan hamba? Biarkan hamba beristirah barang sejenak." Hening, tak ada jawaban. Hamba pikir, ini pasti gelagat orang jahil yang mencoba berimprovisasi. Tapi ketika hamba mau menutup telepon selular, hamba mendengar suara yang menggelegar. Bukan, suara ini bukan dari telepon selular, tapi dari segala penjuru mata angin. Keringat mulai menghujan, ketakutan bersalaman di batin, air mata tak bisa hamba bendung, dan rasa rindu mencengkram hamba dari belakang, rindu yang tak terdefinisi. Mungkinkah doa-doa hamba yang terdahulu akan terkabul? Siapakah gerangan yang bicara? Setelah bermilyar doa berjejalan di udara, hamba harap sejumput cahaya itu yang bicara Ya, semoga bukan kepalsuan yang bicara. Suara itu makin keras terdengar. Suara itu berkata seperti ini. 
 "Betulkah kau mencari istri yang sempurna?" Dengan terbata-bata hamba bilang, 
 "Ya...ya..hamba mencari istri yang sempurna. Mampukah anda mengabulkan keinginan hamba yang belum terwujud ini?" Suara itu kembali berujar. 
"Berbaringlah, lalu tutuplah matamu. Bukalah ketika suaraku tak terdengar lagi." Hamba ikuti keinginannya. Hamba tutup mata hamba, dan berbaringlah. Riangnya hati hamba, sebentar lagi hamba akan berjumpa dengan istri sempurna. Jodoh hamba akan hadir. Ah, suara itu hening. Hamba mulai memicingkan mata. Hamba lihat di sekeliling. Mengapa yang terlihat hanya gumpalan-gumpalan tanah yang kecoklatan? Mengapa begitu sejuk? Kemudian hamba melihat pakaian hamba. Putih! Semua serba putih. Bukankah ini kain kafan? Alam barzah, pikir hamba. Lalu hamba melihat sesosok tubuh datang menghampiri, begitu bercahaya, cantik rupawan. 
 "Siapa anda?" 
 "Hamba adalah amalan anda. Hamba tercipta dari anda, istri sempurna yang anda ciptakan sendiri. Menikahlah dengan hamba, sambil menunggu semua manusia kembali ke alam sunyi ini." 
 Begitulah kabar hamba kali ini. Ada lagi yang mau mencari istri sempurna?
 @ by Hendri Marta Putra